Pages

REVIEW Al Dente: Waktu Yang Tepat Untuk Cinta

sumber gambar
Helvira Hasan
viii + 256 halaman
GagasMedia, 2014

Agar matang sempurna, ada takaran yang tepat untuk pasta.
Begitu pula cinta. Ada waktu yang tepat untuk cinta.
Namun, waktu malah mempertemukan kita
dengan orang-orang dari masa lalu.
Aku yakin cintamu hanya untuk dia
yang selalu kau cinta sejak lama,
dan cintaku ini hanya untuknya - orang yang kutunggu sejak dahulu.

Maafkan aku, kau bukanlah orang yang kuinginkan.
Kau bukanlah orang yang kuharapkan.

Kita tak pernah tahu pasti kapan cinta datang, bukan?
Hanya ketika merasakan, barulah kita tahu
bahwa telah tiba waktunya untuk cinta. Dan, hatiku telah lama
merasakan aku ditakdirkan untuk dia,
dia yang masih saja membuatku penuh dabar saat didekatnya.

Usah lagi tinggalkan hangat bibirmu di bibirku.
Usah sisipkan kata cinta di dalamnya.
Lepaskan pelukmu dan kumohon jawab tanyaku,
bolehkah aku meninggalkanmu?

Cynara Pratita (Nara) dan Benjamin Farid (Ben) sudah saling mengenal sejak kecil. Bahkan Nara bersahabat baik dengan Anindita (Dita), adik Ben, begitu pula dengan keluarga mereka. Nara dan Ben dijodohkan oleh kedua orang tua mereka dan menikah. Padahal Nara tidak pernah mengharapkan Ben menjadi suaminya. Nara menerima perjodohan itu karena dia yakin Ben memang ditakdirkan untuknya. Sedangkan Ben baru menyadari bahwa dia sudah menaruh hati pada Nara sejak dulu. Ben membuat janji bahwa dia akan memasakkan pasta untuk Nara di setiap tanggal pernikahan mereka.

Semua berjalan lancar sampai saat masa lalu mereka mengusik keduanya. Nara menemukan album foto yang menampakkan keakraban antara Ben dan seorang wanita, Milly. Nara menuduh Ben masih menyukai Milly. Dan Elbert, pria yang sudah ditunggunya sejak lama, datang kembali ke kehidupan Nara.

"Sejak kecil, aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan, Ben. Dan, aku nggak pernah menginginkan seseorang yang telah ku anggap sebagai kakak malah menjadi suamiku. Tapi, akhirnya, aku mengerti ada keinginan yang nggak bisa kucapai." - halaman 41

Novel ini cukup menarik untuk dibaca. Awalnya terasa manis, tapi aku tidak terlalu bersemangat dengan kelanjutan ceritanya. Aku kesal dengan karakter Cynara yang menuduh Ben masih menaruh hati pada Milly, wanita yang pernah dicintainya dahulu, sedangkan dirinya malah asyik berkencan dengan Elbert, kakak tingkatnya yang sudah ditunggunya sejak lama. Aku bingung dengan Ben, kenapa dia bisa begitu sabar terhadap Nara? Endingnya terlalu cepat dan tidak seperti yang aku harapkan, cukup manis tapi kurang greget.

Sepertinya Nara dan Ben punya masalah dalam komunikasi. Mereka mengalami miss communication, sehingga mereka sulit menemukan solusi. Jika mereka didudukkan bersama dan mengobrol, mungkin mereka bisa menemukan solusi. Ben sih masih mending, dia mau mencari solusi untuk permasalahan mereka. Sedangkan Nara, diajak ngobrol pun tidak mau.

"Nara, persoalan kemarin hanya gelombang kecil yang nggak akan menenggelamkan bahtera rumah tangga kita. Samudra demikian luas, pelayaran ini belum jauh dari bibir pantai. Kita baru saja memulai" - halaman 57

Novel ini tidak hanya menggunakan sudut pandang salah satu karakter, melainkan menggunakan sudut pandang Nara dan Ben. Aku suka dengan perbedaan sudut pandang itu. Aku juga suka bahasa yang digunakan. Ada penjelasan tentang pasta yang terlalu mendetail. Tapi menurutku itu tidak terlalu menyimpang karena judul dan isi novelnya ada sangkut pautnya dengan pasta.

"Tapi, kita nggak pernah tahu kapan waktu yang benar-benar tepat ketika cinta itu datang. Jadi, the real only time for love is...to feel it." - halaman 254

5 comments:

  1. saya suka reviewnya, menyelipkan beberapa quote dari buku, walaupun masih belum tertarik baca novel begenre seperti ini :D

    ReplyDelete
  2. Ini mengingatkan saya akan sesuatu,
    beruntung bisa membacanya.
    terima kasih atas reviewnya ,

    ReplyDelete
  3. Ini mengingatkan saya akan sesuatu,
    beruntung bisa membacanya.
    terima kasih atas reviewnya ,

    ReplyDelete

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS