Pages

REVIEW: Origami Hati

Boy Candra
iv + 296 halaman
Mediakita, 2017

Jangan berpaling dan membuat kita menjadi
dua orang asing. Di hamparan bumi ini ada
banyak sekali orang yang bisa merebutmu, juga
mencuri perhatianku.

Namun, aku ingin tetap kamu dan aku saja
Yang menjadi kita. Aku ingin kamu saja yang
menemaniku membuka pagi hingga melepas senja,
menenangkan malam dan membagi cerita.
Tetaplah menjadi seseorang yang membuatku
merasa kuat. Jangan biarkan hatimu lepas dari
segala harapan yang aku ikat.

 
“Nggak ada yang terlalu cepat atau terlalu lama untuk sebuah perasaan jatuh cinta. Karena cinta nggak punya waktu.” – halaman 198
 

Novel ini bercerita tentang Aruna, seorang mahasiswi jurusan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Padang yang baru saja dikhianati oleh pacarnya – Haga. Selama 3 tahun berpacaran, Aruna sudah memberikan seluruh hatinya pada Haga, namun lelaki itu malah bermain hati dengan perempuan lain. Bisa dibayangkan bagaimana galau-nya Aruna. Sampai akhirnya Aruna bertemu dengan Bagas, mahasiswa tingkat akhir di universitas yang sama. Dia lelaki penyuka senja. Dulu dia sering menikmati senja bersama dengan Anila, mantan kekasih yang direnggut paksa darinya.

“Kenangan memang suka begitu. Datang melalui hal-hal yang serupa. Lalu mengingatkan lagi bagaimana sakitnya terluka. Melelahkan dan seringkali berakhir tidak menyenangkan.” – halaman 37

Bagas, lelaki yang sering dianggap aneh oleh kebanyakan orang, dialah yang bisa membuat Aruna pulih dari patah hatinya. Perasaan nyaman membuat keduanya saling jatuh cinta, namun masih terikat dengan cinta masa lalu, terutama Aruna. Terlebih lagi saat Haga muncul di hadapannya, mencoba meminta kembali hatinya. Akankah Aruna memilih Haga yang sudah bertahun-tahun menjalin hubungan dengannya atau dia lebih memilih Bagas, lelaki aneh yang selalu penuh kejutan?

“Kadang mencintai bukan hanya perkara sekadar bersama, tetapi juga tentang kesiapan untuk sebuah perpisahan – untuk sebuah perpindahan. Pindah dari jalur sebuah cerita yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Tetapi itulah cerita yang paling baik hakikatnya.” – halaman 55

Novel ini nggak terlalu tebal dan besar jadi nggak butuh waktu lama buat baca. Aku suka desain sampulnya, cantik. Ada 16 bab dan di akhir bab ada quote-nya. Secara keseluruhan aku suka ceritanya. Meski cerita cinta seperti ini sudah terlalu biasa – patah hati dan move on - tapi menurutku novel ini nggak membosankan. Aku suka gaya bahasa yang dipakai penulis, puitis tapi masih ringan dibaca. Detail tempat dan kejadian diuraikan dengan jelas. Aku suka karakter Bagas dan filosofinya tentang senja, pagi, bintang-bintang, dan hal aneh lainnya.

“Tapi percayalah, Tuhan tidak akan menciptakan rindu jika Ia tidak akan pernah menghadirkan pertemuan.” – halaman 252

Novel ini berlatar di Padang tapi menurutku kurang menonjolkan ke-Padang-annya meskipun ada beberapa tempat yang disebutkan di dalam novel, seperti Jembatan Siti Nurbaya dan Universitas Negeri Padang.  Entah kenapa aku kurang dapat feel pas baca novel ini. Mungkin karena nggak sedang jatuh cinta atau karena sebab lainnya. Bagi penggemar cerita cinta remaja mungkin akan suka dengan novel ini.

“Nggak ada yang terlalu cepat atau terlalu lama untuk sebuah perasaan jatuh cinta. Karena cinta nggak punya waktu.” – halaman 198
 
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS